Bab 2
SURAT BERHARGA DI PASAR MODAL
2.1. Pengertian Surat Berharga
Surat Berharga
adalah istilah umum di dalam dunia keuangan yang menunjukkan bukti (dapat
berupa selembar kertas) hak investor (yaitu pihak yang memiliki surat berharga
tersebut) untuk mendapatkan hak tertentu atas kepemilikan surat berharga. Hak atas kepemilikan tersebut
dapat berbentuk macam-macam, misalnya hak untuk mendapatkan bagian tertentu
atas kekayaan pihak yang menerbitkan surat berharga tersebut (umumnya surat
berharga diterbitkan oleh perusahaan).
Dikatakan
berharga, karena surat tersebut memiliki nilai ekonomis dan dapat
diperjualbelikan pada tingkat harga tertentu sehingga seorang pemegang surat
berharga dapat memperoleh keuntungan atas jual beli surat berharga tersebut.
Di pasar modal,
istilah khusus untuk menyebut surat berharga adalah Efek. Jadi, untuk
menyatakan surat berharga di pasar modal seperti saham atau obligasi, kita
dapat menyebut Efek. Oleh sebab itu, kata Efek banyak kita temukan di pasar
modal, seperti Bursa Efek, Perusahaan Efek, dan lain-lain. Dalam buku ini,
penulis selain menggunakan istilah Efek, juga menggunakan istilah surat
berharga secara bergantian.
Ada banyak jenis
Efek di pasar modal. Namun, terdapat 3 jenis Efek yang paling populer yaitu
saham, obligasi, dan Reksa Dana.
2.2. Mengenal Saham
Saham merupakan
surat berharga yang menunjukkan kepemilikan atau penyertaan modal investor di
dalam suatu perusahaan. Artinya, jika seseorang membeli saham suatu perusahaan,
itu berarti dia telah menyertakan modal ke dalam perusahaan tersebut sebanyak
jumlah saham yang dibeli.
Saham merupakan
surat berharga yang dikeluarkan sebuah perusahaan dalam rangka menambah modal
perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan menjual sebagian sahamnya kepada
masyarakat luas atau kepada publik maka perusahaan tersebut dikatakan go public (baca: go pablik) atau telah
menjadi perusahaan publik, dalam arti kepemilikan atas perusahaan tersebut
tidak hanya dimiliki sekelompok orang (atau orang-orang yang mendirikan
perusahaan tersebut), namun kepemilikannya telah menyebar ke banyak pihak.
Saham merupakan
bentuk penyetoran modal kedalam suatu perusahaan. Artinya jika 5 orang sepakat
untuk mendirikan sebuah perusahaan, maka bentuk setoran modal yang disetorkan
masing-masing pihak adalah berupa sejumlah saham yang disetorkan ke perusahaan
baru tersebut. Misalnya, perusahaan tersebut disepakati untuk didirikan dengan
modal sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dimana nilai nominal
setiap saham sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah). Apa artinya? Artinya
perusahaan terdiri atas modal saham sebanyak 200.000 lembar saham. (100.000.000
dibagi 500 = 200.000).
Dengan perbedaan
jumlah dana yang dimiliki masing-masing pihak, misalnya masing-masing pihak
menyetor modal sebagai berikut:
Pemegang Saham
|
Jumlah saham disetor (lembar saham)
|
Nilai Nominal Saham (Rp)
|
Nilai Penyertaan (Rp)
|
Prosentase Kepemilikan Saham
|
Johan
|
80.000
|
500
|
40.000.000
|
40%
|
Joko
|
60.000
|
500
|
30.000.000
|
30%
|
Jono
|
40.000
|
500
|
20.000.000
|
20%
|
Jenny
|
10.000
|
500
|
5.000.000
|
5%
|
Jarot
|
10.000
|
500
|
5.000.000
|
5%
|
Total
|
200.000
|
|
100.000.000
|
100%
|
Dari tabel di
atas terlihat bahwa Johan merupakan penyetor modal terbesar dimana ia menyetor
sebanyak 80.000 lembar saham (nominal Rp 500) senilai Rp 40 juta. Joko menyetor
uang sebesar 30 juta atau setara dengan kepemilikan saham sebanyak 60 ribu
lembar saham. Jenny dan Jarot menyetor modal dengan jumlah yang sama yaitu
sebanyak 10 ribu lembar saham atau setara dengan 5% kepemilikan saham di
perusahaan tersebut.
Komposisi yang
menggambarkan porsi kepemilikan saham dalam suatu perusahaan dikenal dengan
istilah struktur permodalan perusahaan.
Dari contoh di
atas, kita dapat menyimpulkan bahwa nilai nominal saham merupakan batas minimal
penyetoran modal ke dalam sebuah perusahan. Dari contoh diatas, kita melihat
bahwa batas minimal penyetoran ke perusahaan tersebut adalah sebesar Rp 500
atau setara dengan satu lembar saham.
Dalam perjalanan
selanjutnya atau misalnya beberapa tahun kemudian perusahaan tersebut tumbuh
menjadi besar, sehingga membutuhkan tambahan modal baru. Salah satu cara yang
dapat dilakukan perusahaan tersebut adalah dengan melakukan penawaran umum
yaitu dengan cara menjual saham baru kepada masyarakat. Kegiatan tersebut
umumnya dikenal dengan sebutan go public.
Misalnya perusahaan tersebut mengeluarkan saham baru sebanyak 50 juta lembar
saham. Saham baru tersebut dijual dengan harga Rp 800,- per lembar saham.
Penjualan saham pertama kali kepada publik disebut dengan istilah Pasar
Perdana. Dengan go public tersebut
maka yang semula pemegang saham PT Maju Terus hanya 5 pemegang saham, maka
pemegang saham PT Maju Terus setelah go
public bertambah. Tambahan pemodal baru tersebut dapat berjumlah ribuan
orang, dimana porsi pembelian masing-masing pihak tergantung berapa banyak
saham yang dibelinya di Pasar Perdana.
2.2.1. Karakteristik Saham
Seperti
diuraikan di atas, bahwa saham merupakan wujud penyertaan modal ke dalam sebuah
perusahaan. Adapun karakteristik saham sebagai bentuk penyertaan modal ke dalam
perusahaan adalah antara lain:
- Hak atas keuntungan perusahaan
Pemegang
saham memiliki hak atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan tersebut.
Pembagian keuntungan tersebut dikenal dengan istilah dividen atau pembagian
dividen. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.
Dengan demikian, jika perusahaan mengalami kerugian maka dividen tidak akan
dibagikan kepada para pemegang saham. Pembagian dividen harus mendapat
persetujuan para pemegang saham dalam acara Rapat Umum Pemegang Saham atau
biasa disingkat RUPS. Sebagai contoh PT ABC memutuskan untuk membagi dividen
sebesar Rp 200 untuk pemegang saham. Joni memiliki 10.000 lembar saham,
sehingga Joni mendapat dividen sebesar Rp 2 juta. Umumnya, semakin besar
keuntungan perusahaan, maka semakin besar pula dividen yang akan diterima
pemegang saham.
- Hak atas Harta Perusahaan
Pemegang
saham pada dasarnya adalah pemilik perusahaan, dengan demikian maka pemegang
saham memiliki hak atas harta yang dimiliki perusahaan. Jika suatu ketika
perusahaan tersebut bubar atau dilikuidasi, maka pemegang saham berhak atas
sisa kekayaan perusahaan tersebut.
- Hak Suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Setiap
pemegang saham mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Setiap
lembar saham memiliki satu hak suara (one
share one vote) dalam sebuah voting di dalam RUPS. Dengan demikian, setiap
pemegang saham dapat menyatakan suaranya (setuju atau tidak) atas sebuah agenda
dalam rapat pemegang saham. Tentu saja semakin banyak porsi saham yang dimiliki
maka semakin besar peluang pemegang saham dalam sebuah voting untuk suatu
agenda rapat, misalnya agenda untuk menyetujui pembagian keuntungan perusahaan,
penunjukan direktur baru, dan berbagai keputusan perusahaan lainnya.
2.2.2. Keuntungan dan Kerugian Saham
Pemegang saham
memiliki beberapa keuntungan dengan memiliki atau membeli saham, yaitu:
1.
Dividen. Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan
perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.
Jika seorang investor ingin mendapatkan dividen, maka investor tersebut harus
memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama, yaitu hingga
kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang
saham yang berhak mendapatkan dividen. Misalnya, dividen akan dibagikan 3 bulan
lagi, maka jika pemegang saham tersebut ingin mendapatkan pembagian dividen
tersebut, maka ia mesti memegang saham tersebut hingga tiga bulan mendatang.
Dividen merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi
jangka panjang, seperti misalnya investor institusi, dana pensiun dan
lain-lain.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat
berupa dividen tunai yang berarti setiap pemegang saham diberikan dividen
berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu, misalnya Rp 300 per lembar
saham. Namun demikian dividen dapat pula berupa dividen saham yang berarti
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham, misalnya setiap
pemegang 1 lembar akan diberi dividen sebanyak 2 lembar saham. Johan memiliki
sebanyak 1.000 lembar saham sehingga dengan pembagian dividen saham tersebut
jumlah saham yang dimiliki Joni bertambah menjadi 3.000 lembar saham.
2. Capital Gain. Keuntungan lain yang akan didapatkan pemegang saham adalah Capital Gain yaitu merupakan selisih
antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya
aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya seorang investor
membeli saham Bank BRI dengan harga per saham Rp 900, kemudian beberapa waktu
kemudian investor tersebut menjual sahamnya dengan harga Rp 1.200 yang berarti
investor tersebut mendapatkan capital
gain sebesar Rp 300 untuk setiap saham yang dijualnya.
Di satu sisi, saham dapat memberikan keuntungan kepada para
pemegangnya, namun saham juga mengandung beberapa risiko, antara lain:
1. Tidak Mendapat Dividen. Perusahaan akan membagikan dividen jika
perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak dapat
membagikan dividen jika perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian
peluang keuntungan investor untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja
atau prestasi perusahaan tersebut.
2. Capital Loss. Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak
selalu investor mendapatkan capital gain
atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya investor harus menjual
saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang
investor mengalami capital loss.
Misalnya seorang investor memiliki Bank ABC dengan harga beli Rp 3.000 namun
beberapa waktu kemudian dijual dengan harga per saham Rp 2.400,- yang berarti
investor tersebut mengalami capital loss
Rp 1.000 untuk setiap saham yang dijual.
Disamping 2 risiko utama diatas,
pemegang saham juga masih dihadapkan dengan kemungkinan risiko lainnya yaitu:
3. Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi. Jika suatu perusahaan bangkrut, maka
tentu saja akan berdampak secara langsung kepada saham perusahaan tersebut.
Perusahaan yang bangkrut atau dibubarkan akan dikeluarkan dari Bursa Efek.
Artinya saham perusahaan tersebut tidak lagi tercatat di Bursa tersebut
sehingga akan menyulitkan investor untuk menjual saham tersebut. Kalaupun ada
pihak yang bersedia membeli saham tersebut, namun tentu saja dengan harga yang
relatif rendah.
Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi
atau perusahaan dibubarkan, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih
rendah dibanding kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua aset
perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu dibagikan kepada para kreditur
seperti bank serta pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru
dibagikan kepada para pemegang saham. Risiko yang satu ini relatif jarang
terjadi, namun demikian pemegang saham tetap perlu waspada dengan jalan
mengawasi perkembangan perusahaan sehingga investor dapat menjual sahamnya
terlebih dahulu ketika mengetahui perkembangan perusahaan yang semakin kurang
berprestasi.
2.2.3. Jenis-jenis Saham
Saham
dapat diklasifikasikan menjadi:
- Saham Biasa
- Saham Preferen
Antara
saham biasa dan saham preferen terdapat beberapa perbedaan, antara lain:
- Saham preferen memberikan pembayaran yang tetap kepada investor, sementara dividen yang didapat pemegang saham biasa tergantung kinerja perusahaan sehingga pemegang saham biasa dapat menerima dividen dan dapat pula tidak menerima dividen.
- Dalam hal perusahaan di likuidasi atau dibubarkan, pemegang saham preferen memiliki tingkat klaim yang lebih tinggi atas aset perusahaan dibanding saham biasa.
Yang
perlu diingat adalah bahwa jika pelaku dipasar modal berbincang-bincang tentang
saham, tentu yang dimaksud adalah saham biasa. Dengan demikian, pembahasan
dalam buku ini mengacu kepada saham biasa yang selanjutnya akan disebut saham.
2.3.
Mengenal Obligasi
Obligasi adalah surat berharga yang menunjukkan bahwa penerbit
obligasi meminjam sejumlah dana kepada masyarakat dan memiliki kewajiban untuk
membayar bunga secara berkala, dan kewajiban melunasi pokok utang pada waktu
yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.
2.3.1.
Karakteristik Obligasi
Obligasi sering pula disebut sebagai surat utang yang berarti
perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut berutang kepada masyarakat untuk
tujuan tertentu misalnya menambah modal perusahaan, membangun pabrik baru dan
sebagainya.
Sebagai
surat utang, obligasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1.
Memiliki Masa Jatuh Tempo. Masa berlaku suatu obligasi sudah
ditentukan secara pasti pada saat obligasi tersebut diterbitkan, misalnya 5
tahun, 7 tahun dan seterusnya. Artinya, jika telah melampaui masa jatuh tempo,
maka obligasi tersebut otomatis tidak berlaku lagi.
2.
Nilai Pokok Utang. Besarnya nilai obligasi yang dikeluarkan
sebuah perusahaan telah ditetapkan sejak awal obligasi tersebut diterbitkan,
misalnya PT ABC menerbitkan obligasi sebesar Rp 100 Milyar. Umumnya, obligasi
memiliki pecahan sebear Rp 50 juta. Berarti jika jumlah obligasi yang
diterbtikan adalah sebanyak 2.000 obligasi. Pecahan obligasi disekenal dengan
istilah denominasi. Jika seseorang membeli sebanyak 2 obligasi, maka uang yang
dia keluarkan adalah sebesar 2 obligasi x 50 juta atau setara dengan Rp 100
juta. Nilai pokok utang yang sebesar Rp 100 Milyar tersebut wajib dikembalikan
perusahaan ketika obligasi tersebut jatuh tempo, misalnya 5 tahun.
3.
Kupon Obligasi. Pendapatan utama pemegang obligasi adalah
berupa bunga yang dibayar perusahaan kepada pemegang obligasi pada waktu-waktu
yang telah ditentukan misalnya dibayar setiap 3 bulan, atau setiap 6 bulan
sekali. Di obligasi, istilah bunga umumnya disebut kupon. Kupon merupakan daya
tarik utama bagi para investor untuk membeli obligasi karena kupon tersebut
merupakan pendapatan pasti yang diterima pemegang obligasi selama masa
belakunya obligasi tersebut. Di Indonesia, umumnya kupon obligasi dibagikan
setiap 3 bulan atau secara kuartalan. Besarnya kupon yang dibayar perusahaan penerbit
obligasi, dapat berupa:
(1)
kupon dengan tingkat
bunga tetap, misalnya sebesar 17% setiap tahun.
(2)
kupon dengan tingkat
bunga mengambang. Artinya tingkat bunga yang diberikan tidak tetap atau
tergantung tingkat suku bunga yang sedang berlaku. Biasanya yang dijadikan
patokan adalah tingkat bunga SBI (sertifikat Bank Indonesia). PT X menerbitkan
obligasi dengan tingkat bunga mengambang sebesar 3 persen diatas SBI. Jika
misalnya sekarang tingkat SBI sebesar 10% maka tingkat bunga atas kupon adalah
menjadi sebesar 13%. Jadi, besarnya kupon yang diterima pemegang obligasi
tergantung kepada tingkat bunga SBI yang berlaku saat itu.
(3)
Kupon dengan tingkat
bunga kombinasi atau gabungan antara tetap dan mengambang. Misalnya PT ABC
menerbitkan obligasi dengan masa 5 tahun dengan ketentuan kupon 2 tahun diawal
dengan tingkat bunga tetap, dan 3 tahun selanjutnya dengan tingkat bunga
mengambang. Dengan demikian, pada 2 tahun pertama investor akan menerima
penghasilan secara tetap, sementara 3 tahun terakhir pendapatan bunga
ditentukan besarnya tingkat suku bunga SBI.
4.
Peringkat Obligasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa dalam dunia investasi selalu terdapat kemungkinan harapan investor tidak
sesuai dengan kenyataan atau selalu terdapat risiko. Risiko dalam berinvestasi
di obligasi adalah risiko perusahaan penerbit obligasi tidak mampu memenuhi
janji yang telah ditentukan, yaitu risiko perusahaan tidak mampu membayar kupon
maupun tidak mampu mengembalikan pokok obligasi. Agar investor memiliki
gambaran tingkat risiko ketidakmampuan perusahaan dalam membayar, maka didalam
dunia surat utang atau obligasi dikenal suatu tingkat yang menggambarkan
kemampuan bayar perusahaan penerbit obligasi. Tingkat kemampuan membayar
kewajiban tersebut dikenal dengan istilah Peringkat Obligasi. Peringkat
obligasi dikeluarkan oleh lembaga yang secara khusus bertugas memberikan
peringkat atas semua obligasi yang diterbitkan perusahaan. Semua obligasi yang
diterbitkan wajib diberi peringkat sedemikian agar dengan adanya peringkat tersebut
maka investor dapat mengukur atau memperkirakan seberapa besar risiko yang akan
dihadapi dengan membeli obligasi tertentu.
5.
Dapat diperjualbelikan. Sebagai surat berharga, obligasi dapat
diperjualbelikan seperti halnya saham. Jika suatu saat nilai obligasi
meningkat, maka pemegang obligasi dapat menjual obligasi tersebut melalui
dealer atau pialang obligasi. Pialang obligasi akan menerima fee atas transaksi obligasi tersebut.
2.3.2.
Keuntungan dan Kerugian Obligasi
Sebagai sebuah instrumen investasi, obligasi menawarkan beberapa
keuntungan menarik antara lain:
1. Memberikan Pendapatan tetap (fixed income) berupa kupon. Hal ini merupakan ciri
utama obligasi, dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pendapatan berupa
bunga secara rutin selama waktu berlakunya obligasi. Bunga yang ditawarkan
obligasi, umumnya lebih tinggi daripada bunga yang diberikan deposito. Misalnya
deposito memberikan bunga tahunan sebesar 12%, maka bunga yang diberikan
obligasi misalnya 17,5% atau 20%. Sebagai tambahan, pembayaran bunga obligasi
harus didahulukan sebelum perusahaan membayar dividen kepada pemegang saham.
Disamping itu, dalam posisi perusahaan penerbit mengalami likuidasi atau bubar,
maka pemegang obligasi memiliki hak yang lebih tinggi atas kekayaan perusahaan
dibanding dengan pemegang saham.
Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya kupon yang diterima investor dapat berupa: (1) kupon dengan tingkat
bunga tetap, (2) kupon dengan tingkat bunga mengambang, dan (3) kupon dengan
tingkat bunga kombinasi.
PT ABC menerbitkan obligasi
dengan tingkat bunga tetap sebesar 20% selama 5 tahun. Investor A membeli
sebanyak 3 obligasi. Dengan kondisi tersebut, maka Investor A tersebut akan
memperoleh penghasilan sebesar 3 x (20% x 50 juta) yaitu Rp 30 juta setiap
tahun atau penghasilan sebesar Rp 7,5 juta setiap tiga bulan (ingat...di
Indonesia umumnya perusahaan membagikan kupon setiap 3 bulanan).
2. Keuntungan atas penjualan obligasi (capital gain). Disamping penghasilan
kupon, pemegang obligasi dapat memperjualbelikan obligasi yang dimilikinya.
Jika ia menjual lebih tinggi dibanding dengan harga belinya maka tentu saja
pemegang obligasi tersebut mendapatkan selisih yang disebut dengan capital gain. Jual beli obligasi dapat
dilakukan di pasar sekunder melalui para dealer
atau pialang obligasi. Jual beli obligasi berbeda dengan jual beli saham. Jika
jual beli saham dinyatakan dengan nilai rupiah misalnya saham A dijual seharga
Rp 3.000 per saham, maka jual beli obligasi dinyatakan dalam bentuk prosentase
atas harga pokok obligasi. Dengan demikian dikenal 3 jenis tingkat penjualan
obligasi yaitu (1) obligasi dijual lebih tinggi dari nilai pokok obligasi
(dijual dengan premium), (2) obligasi
dijual sama dengan harga pokok obligasi (dijual at par), (3) obligasi dijual lebih rendah dari nilai pokok obligasi
(dijual dengan discount). Sebagai contoh PT ABC menawarkan obligasi
yang dijual dengan diskon 2,5% yang berarti obligasi tersebut dijual sebesar
97,5% dari nilai pokok obligasi. Dari sisi perusahaan, perusahaan tersebut
hanya memperoleh 97,5% dari pokok obligasi yang diterbitkan, misalnya jika
perusahaan tersebut menerbitkan obligasi sebesar Rp 100 milyar maka jumlah uang
yang diperleh perusahaan hanya sebesar Rp 97,5 milyar. Dari sisi investor,
karena obligasi tersebut dijual dengan diskon maka investor membayar lebih
murah. Misalnya investor A membeli sebanyak 4 obligasi, maka dia cukup membayar
( 4 x 50 juta x 97,5%) yaitu sebesar Rp 195 juta. 1 bulan kemudian nilai pasar
obligasi tersebut meningkat, dan investor tersebut menjual obligasi tersebut
dengan harga premium yaitu 12% diatas nilai pokok obligasi. Jadi obligasi
tersebut dijual menjadi ( 4 x 50 juta x 112%) Rp 224 juta. Dengan demikian
dalam waktu satu bulan investor obligasi tersebut mendapat keuntungan sebesar
Rp 29 juta (224 juta – 195 juta). Tentu saja karena obligasi tersebut sudah
berpindah tangan, maka hak atas kupon obligasi tersebut telah beralih kepada
pemegang obligasi yang baru.
Meskipun termasuk surat berharga dengan tingkat risiko yang
relatif rendah, namun obligasi tetap mengandung beberapa risiko, antara lain:
1. Risiko perusahaan tidak mampu membayar kupon
obligasi maupun risiko perusahaan tidak mampu mengembalikan pokok obligasi. Ketidakmampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban dikenal dengan istilah default. Walaupun jarang terjadi, namun dapat saja suatu ketika
penerbit obligasi tidak mampu membayar baik bunga maupun pokok obligasi. Jika
penerbit obligasi tidak mampu membayar bunga, maka biasanya pembayaran bunga
ditangguhkan atau diundur sesuai kesepakatan dengan para pemegang obligasi.
2. Risiko Tingkat Suku Bunga (interest rate risk). Pergerakan harga obligasi sangat ditentukan pergerakan tingkat
suku bunga. Pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan tingkat suku
bunga; artinya jika suku bunga naik maka harga obligasi akan turun, sebaliknya
jika suku bunga turun maka harga obligasi akan naik. Investor obligasi harus
jeli memperkirakan tingkat suku bunga sedemikian sehingga ia dapat
memperkirakan apakah terus memegang suatu obligasi, membeli obligasi baru atau
menjual obligasi yang dipegang saat ini. Perdagangan obligasi sangat
dipengaruhi tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga mengalami kenaikan,
maka nilai obligasi menjadi turun, yang berarti obligasi akan dijual dengan
diskon atau dijual lebih murah.
2.3.3.
Jenis-jenis Obligasi
Obligasi dapat dikategorikan menjadi:
1. Obligasi
Perusahaan
2. Obligasi
Pemerintah
Sebagai
catatan, umumnya obligasi yang dibicarakan dan diperdagangakan adalah obligasi
yang diterbitkan perusahaan. Oleh sebab itu, pembahasan dalam buku ini mengacu
kepada obligasi perusahaan yang selanjutnya akan disebut obligasi.
2.4.
Mengenal Reksa Dana
Reksa dana merupakan salah satu
alternatif investasi bagi masyarakat investor, khususnya investor kecil dan
investor yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko
atas investasi mereka.
Reksa Dana dirancang sebagai sarana
untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan
untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang
terbatas.
Dilihat dari asal
kata-nya, Reksa Dana berasal dari kosa kata ‘reksa’ yang berarti ‘jaga’ atau
‘pelihara’ dan kata ‘dana’ yang berarti (kumpulan) uang, sehingga reksa dana
dapat diartikan sebagai ‘kumpulan uang yang dipelihara (bersama untuk suatu kepentingan)’.
Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai
Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat investor untuk
selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal
No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27)
didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi.
Ada tiga hal yang terkait dari definisi
tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat investor. Kedua, dana
tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan Ketiga, dana tersebut
dikelola oleh manajer investasi.
Dengan demikian, dana yang ada dalam
Reksa Dana merupakan dana bersama para investor, sedangkan manajer investasi
adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut.
Jika seseorang melakukan
pembelian saham, maka ia dapat menentukan pilihan atas saham mana saja yang
akan dibeli, demikian pula ketika akan menjual ia dapat menentukan menjual yang
mana saja sepanjang ia mau. Investasi seperti demikian dapat dikategorikan
sebagai bentuk investasi langsung.
Reksa Dana dikatakan
sebagai bentuk investasi tidak langsung, karena investor tidak dapat menentukan
saham mana saja yang dipilih untuk dibeli atau sebaliknya untuk dijual. Dalam
Reksa Dana, para investor menyerahkan hak tersebut kepada Manajer Investasi
sebagai pihak yang mengelola Reksa Dana tersebut.
2.4.1.
Manfaat Reksa Dana
Manfaat yang diperoleh investor jika
melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:
Pertama, investor walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat
melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil
risiko. Sebagai contoh, seorang investor dengan dana terbatas dapat memiliki
portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana
besar. Dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar
sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal
maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrumen
seperti deposito, saham, obligasi.
Kedua, Reksa Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar
modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang
mudah, namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua
investor memiliki pengetahuan tersebut.
Ketiga, Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana
dana tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka investor tidak
perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah
dialihkan kepada manajer investasi tersebut.
2.4.2.
Risiko Reksa Dana
Seperti halnya wahana investasi lainnya,
disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung
berbagai peluang risiko, antara lain:
§
Risko
Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini
dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga
lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.
§
Risiko Likuiditas
Risiko ini
menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar
pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption)
atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan
uang tunai atas redemption tersebut.
§
Risiko
Wanprestasi
Risiko ini
merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan
asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti
rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan
Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang
dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
2.4.3. Pengertian Portofolio
Dalam dunia investasi khususnya di pasar
modal, istilah portfolio sering disebut para pelaku pasar. Portfolio dapat
diartikan sebagai sekumpulan surat berharga yang dimiliki atau dibeli investor
baik perorangan atau institusi. Jika seseorang memiliki beberapa saham dari
industri yang berbeda, maka investor tersebut dikatakan memiliki portfolio
investasi karena saham yang dibelinya tidak berasal dari industri yang sama.
Seseorang juga dapat dikatakan memeliki portfolio investasi jika surat berharga
yang dimilikinya tidak hanya saham, namun juga berupa obligasi dan surat
berharga lainnya.
Umumnya tujuan adanya portfolio atau
penyebaran investasi ke dalam beberapa obyek investasi bertujuan untuk
mengurangi risiko. Misalnya, jika investasi disebar ke beberapa obyek
investasi, maka ketika salah satu dari obyek investasi tersebut mengalami
penurunan, maka risiko atau kerugian tersebut dapat ditutup oleh kenaikan harga
surat berharga yang lain.
Dilihat dari portfolio investasinya atau kemana kumpulan dana
diinvestasikan, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:
1. Reksa Dana Pasar Uang (Moner Market Funds). Reksa Dana jenis ini hanya melakukan investasi
pada Efek bersifat Utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun.
Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Utang. Reksa
Dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar Uang.
Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3. Reksa Dana Saham (Equity Funds). Reksa dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas.
Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua
jenis Reksa Dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang
tinggi.
4. Reksa Dana Campuran (Discretionary Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi
dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat Utang.
2.4.4. Pengelola Reksa Dana
Pengelolaan Reksa Dana dilakukan oleh perusahaan yang telah
mendapatkan izin dari Bapepam sebagai Manajer Investasi. Perusahaan pengelola
Reksa Dana dapat berupa (1) Perusahaan Efek, dimana umumnya membentuk divisi
atau PT tersendiri yang khusus menangani Reksa Dana, misalnya Danareksa
Investment Management atau Trimegah Investment Management (2) Perusahaan yang
secara khusus bergerak sebagai perusahaan investasi atau investment management company.
Selain perusahaan investment
management yang bergerak sebagai pengelola dana, maka pihak lain yang
terlibat dalam pengelolaan suatu Reksa Dana adalah Bank Kustodian. Bank
Kustodian mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal menyimpan, menjaga,
dan mengadministrasikan kekayaan, baik dalam pencatatan serta
pembayaran/penjualan kembali suatu Reksa Dana berdasarkan kontrak yang dibuat
dengan Manajer Investasi.
Dalam UU PM disebutkan bahwa kekayaan Reksa Dana wajib disimpan
pada Bank Kustodian sehingga pihak Manajer Investasi tidak memegang langsung
kekayaan tersebut. Hal lain yang juga penting diketahui, bahwa Bank Kustodian
dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi dengan tujuan untuk menghindari
adanya benturan kepentingan dalam pengelolaan kekayaan Reksa Dana.
2.4.5.
Pengertian NAB dan Cara Perhitungan
Nilai aktiva bersih (NAB) atau net asset value (NAV) merupakan
alat ukur kinerja Reksa Dana. Nilai aktiva bersih berasal dari nilai portofolio
reksadana yang bersangkutan. Seperti kita ketahui bahwa aktiva atau kekayaan
Reksa Dana dapat berupa kas, deposito, SBPU, SBI, surat berharga komersial,
saham, obligasi, right dan Efek lainnya. Sementara pada kewajiban Reksa Dana
dapat berupa fee manajer investasi yang belum dibayar, fee bank kustodian yang
belum dibayar, pajak-pajak yang belum dibayar, fee broker yang belum
dibayar serta pembelian Efek yang belum
dilunasi.
Nilai aktiva bersih (NAB) merupakan jumlah aktiva setelah
dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada. Sedangkan NAB per Unit Penyertaan
merupakan jumlah NAB dibagi dengan jumlah nilai Unit Penyertaan yang beredar (outstanding).
Dari penjelasan diatas, dapat dimengerti jika nilai NAB akan
mengalami kenaikan atau penurunan, karena nilai NAB tersebut sangat tergantung
akan kinerja aset yang merupakan portfolio Reksa Dana tersebut. Kalau harga
pasar aset-aset suatu Reksa Dana mengalami kenaikan maka NAB-nya tentu akan
mengalami kenaikan, demikian juga sebaliknya.
Setiap sore, manajer investasi akan menilai harga pasar wajar
seluruh aset reksadana. Dalam nilai pasar wajar tersebut termasuk semua
keuntungan atau kerugian, baik yang telah direalisasikan maupun yang belum.
(Kalau harga saham dalam portofolio naik, nilai portofolio akan naik pula,
walaupun sahamnya sendiri tidak dijual).
NAB per saham/unit dihitung setiap hari oleh Bank Kustodian
setelah mendapat data dari Manajer Investasi dan nilai tersebutlah yang
kemudian setiap hari dapat dilihat keesokan harianya di media massa.
2.5.
Perbandingan Saham, Obligasi, dan Reksa Dana
Dari berbagai penjelasan dan paparan seputar 3 jenis surat
berharga diatas, maka dapat disimpulkan melalui tabel berikut:
Karakteristik/Instrumen
|
Saham
|
Obligasi
|
Reksa Dana
|
Sifat
|
Penyertaan
Modal
|
Utang
|
Pengelolaan
Modal Bersama
|
Penerbit
|
Perusahaan
|
Perusahaan,
Pemerintah
|
Perusahaan
Efek
|
Keuntungan
|
Dividen,
Capital Gain
|
Kupon,
Capital Gain
|
Modal
kecil, dikelola manajer investasi
|
Risiko
|
Tidak
Mendapat Dividen, Capital Loss, Likuidasi
|
Gagal
bayar atas kupon atau pokok, capital loss
|
Penurunan
NAB, risiko likuiditas
|
Jenis
|
Saham
Biasa, Saham Preferen
|
Obligasi
Korporasi, Obligasi Pemerintah
|
Reksa
Dana Pendapatan Tetap, Reksa Dana Saham, Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana
Campuran
|
Mekanisme
Perdagangan di Pasar Sekunder
|
Diperdagangkan
di Bursa Efek
|
Diperdagangkan
di Luar Bursa (over the counter)
|
Pemegang
Reksa dana menjual kembali ke Penerbit Reksa Dana (redemption)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar